JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus mempercepat langkah menuju kemandirian energi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa program biodiesel dengan campuran 50 persen bahan bakar nabati (B50) kini sudah memasuki tahap uji coba. Jika berjalan sesuai rencana, B50 ditargetkan mulai diimplementasikan pada 2026.
“Sekarang kan B40 sudah berjalan, alhamdulillah bagus. Ke depan kita akan dorong untuk di B50, tetapi sekarang kita lagi uji coba,” ujar Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/09/2025).
Biodiesel B50 merupakan campuran 50 persen bahan bakar fosil dengan 50 persen bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit. Langkah ini tidak hanya bertujuan menekan ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga menjadi bagian dari strategi besar pemerintah memaksimalkan potensi sawit nasional yang melimpah.
Menurut Bahlil, uji coba B50 sudah dilakukan dalam dua hingga tiga tahap. Hasil evaluasi akan menjadi dasar penentuan arah kebijakan berikutnya. “Apakah B45 dahulu baru B50, atau langsung, nanti tunggu hasil uji cobanya,” kata dia.
Sepanjang 2025, pemerintah akan tetap fokus pada implementasi B40 dengan target penyerapan 15,6 juta kiloliter (KL). Angka itu lebih tinggi dari capaian pada 2024 yang hanya sekitar 12 juta KL. Keberhasilan program B40 dianggap sebagai pijakan penting sebelum melangkah ke tahap selanjutnya.
Jika penerapan B40 berlangsung mulus, pemerintah optimistis B50 dapat diwujudkan pada 2026. Dengan demikian, Indonesia diproyeksikan tidak lagi mengimpor solar pada tahun tersebut. Hal ini menjadi capaian strategis karena impor solar selama ini membebani neraca perdagangan sekaligus menggerus devisa negara.
Program B50 juga sejalan dengan arah kebijakan energi nasional dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan swasembada energi sebagai salah satu prioritas utama. Selain mengurangi ketergantungan pada energi impor, program ini diharapkan mampu membuka lapangan kerja baru, memperkuat industri hilir sawit, serta mendukung agenda transisi energi yang lebih ramah lingkungan.
Meski demikian, sejumlah tantangan masih menanti, mulai dari kesiapan infrastruktur distribusi, ketersediaan pasokan bahan baku sawit, hingga kestabilan harga di pasar domestik. Oleh karena itu, keberhasilan implementasi B50 akan sangat bergantung pada koordinasi lintas sektor dan konsistensi kebijakan.
Bagi Indonesia, B50 bukan sekadar program bahan bakar campuran, melainkan simbol kemandirian energi dan keberanian untuk melepaskan diri dari ketergantungan panjang pada impor bahan bakar fosil. []
Diyan Febriana Citra.
