JAKARTA – Maraknya penggunaan lampu strobo dan sirene tanpa izin kembali menuai sorotan publik setelah muncul gerakan sosial bertajuk ‘Tot Tot Wuk Wuk’ di media sosial. Gerakan ini muncul sebagai bentuk keresahan masyarakat terhadap arogansi sejumlah pengendara yang memaksa pengguna jalan lain menepi hanya karena ingin mendapat prioritas di jalan raya.
Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menilai penggunaan strobo ilegal tidak hanya mengganggu kenyamanan berkendara, tetapi juga dapat memicu kecemasan hingga mengancam keselamatan pengendara lain.
“Banyak kasus, ketika strobo dinyalakan oleh orang yang berhak ataupun tidak berhak, para pengguna jalan itu langsung mengalami kondisi kecemasan. Nah, saat cemas, orang jadi mudah panik. Saat panik, kemampuan kognitifnya menurun,” ujar Jusri kepada wartawan, Jumat (19/9/2025).
Ia menjelaskan, kondisi panik itu kerap berujung pada kesalahan fatal saat berkendara. Beberapa pengendara bisa tiba-tiba menepi secara mendadak, bahkan ada yang sampai naik ke trotoar atau ikut terseret ke dalam rombongan kendaraan pengguna strobo.
“Saya sering lihat ibu-ibu, karena panik malah ngegas terus, akhirnya masuk ke dalam rombongan itu. Ujung-ujungnya bisa ada tindak kekerasan atau intimidasi dari oknum pengawal lantaran masuk ke rombongan,” tambahnya.
Menurut Jusri, kasus semacam ini tidak jarang berakhir dengan kecelakaan. Ada pengendara yang terjatuh, menabrak pembatas jalan, hingga mengalami luka-luka. Strobo dan sirene yang digunakan sembarangan dinilainya sebagai bentuk intimidasi visual dan suara yang membahayakan.
Selain potensi kecelakaan, fenomena strobo ilegal juga memicu phantom traffic jam atau kemacetan tanpa sebab jelas. Hal itu terjadi ketika pengguna jalan tiba-tiba melambat atau menepi karena panik melihat strobo, padahal lalu lintas sebenarnya normal.
“Bayangkan di jalan tol, sebenarnya kondisi normal, tapi tiba-tiba ada kendaraan dengan lampu strobo melintas. Secara spontan orang menepi, melambat, atau bereaksi panik. Walaupun perlambatannya hanya sebentar, itu bisa menimbulkan antrean panjang yang ujung-ujungnya jadi macet parah,” jelasnya.
Dampak berantai dari kemacetan ini berimbas pada banyak hal, mulai dari keterlambatan, kerugian ekonomi, hingga kesehatan masyarakat. Jusri menekankan, persoalan ini tidak boleh dianggap sepele.
Gerakan ‘Tot Tot Wuk Wuk’ hadir sebagai kritik sosial terhadap fenomena tersebut. Kampanye ini diharapkan mampu membuka mata masyarakat dan mendorong aparat penegak hukum untuk lebih tegas menindak penyalahgunaan strobo dan sirene.
Pada akhirnya, Jusri mengingatkan bahwa jalan raya merupakan ruang publik yang harus dijalani dengan etika. Penggunaan strobo dan sirene sudah diatur ketat dalam undang-undang, sehingga tidak boleh dipakai sembarangan.
“Kalau dibiarkan, ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi bisa mengancam keselamatan banyak orang,” pungkasnya.[]
Putri Aulia Maharani
