SAMARINDA– Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan (Gakkumhut) menangkap seorang sopir beriinisial J, pada Sabtu (11/10/2025) lalu di Loa Duri, Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
Penangkapan dilakukan setelah petugas menemukan truk yang dikemudikan J mengangkut kayu dengan legalitas dokumen yang tidak sesuai.
Kuasa hukum J, Rizky Febryan, S.H. M.H. menyampaikan, bahwa kliennya hanya bekerja sebagai sopir yang menerima tawaran pengangkutan tanpa mengetahui keaslian dokumen kayu tersebut.
“Klien kami hanya mengenyam hingga kelas satu Sekolah Dasar (SD) dan memiliki keterbatasan membaca. Ia hanya mengetahui surat jalan, dan mengira itu sudah cukup sebagai legalitas muatan,” ujar Rizky.
Sebagai informasi, J telah bekerja selama lima tahun sebagai sopir angkutan berbagai bahan seperti kernel, pupuk, hingga batu kerikil. Namun baru pertama kalinya mengangkut muatan kayu pada hari kejadian.
Ia memperoleh pekerjaan tersebut atas permintaan seorang teman bernama M, yang mengaku mewakili pemesan bernama JK dengan titik muat di daerah Wahau menuju titik bongkar di Depo Palaran.
Namun setibanya di Palaran, JK tidak bisa dihubungi. Setelah menunggu sekitar satu setengah jam, J ditelepon oleh seseorang yang mengaku sebagai pembeli kayu bernama H. Ia kemudian mengarahkan truk menuju gudang di kawasan Loa Duri.
“Saat di perjalanan, J singgah untuk berkomunikasi via telepon dengan H di wilayah Loa Janan, untuk memastikan titik pengantaran. Tiba-tiba petugas Gakkum melakukan penangkapan,” paparnya.
Setelah diamankan, J dibawa ke kantor Gakkumhut Kalimantan, kemudian menjalani pemeriksaan dan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Lalu J ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan selama 20 hari.
Penyidik menjerat Tersangka dengan Pasal 16 Jo Pasal 88 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 2,5 miliar rupiah.
“Seharusnya klien kami tidak dapat dijerat dengan Pasal 16 juncto Pasal 88 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Sebab pelaku utama belum diperiksa oleh penyidik yakni JK, M dan H,” tegasnya.
Kuasa hukum mengatakan, bahwa pasal yang dijeratkan tersebut tidak dapat berdiri sendiri sebelum adanya pemeriksaan terhadap keterangan JK, M dan H selaku aktor utama.
“Dengan keterbatasan klien dalam membaca, hal ini dirasa kurang tepat. Di mana tidak terpenuhinya unsur niat atau (mens rea) dari klien tersebut. Klien kami tidak memiliki kapasitas sebagai pengatur dan bukan merupakan pelaku utama dalam peredaran kayu ilegal tersebut ,” tandasnya.
Kuasa hukum berharap, penyidik mempertimbangkan ulang status hukum kliennya dengan memperhatikan niat, peran, serta kondisi sosial ekonomi tersangka sebagai pekerja harian yang bergantung pada upah jalan untuk keluarganya.
Rizky menilai, penahanan terhadap kliennya terlalu berlebihan. Sebab klien bersikap kooperatif dan tidak mempersulit jalannya pemeriksaan.
“Saya sudah melakukan permohonan agar penangguhan penahanan segera dikabulkan hingga ditemukannya JK dan H selaku pemilik kayu dan pembeli,” pungkasnya.
