BUANA JAYA-Kesabaran warga Desa Buana Jaya, Kecamatan Tenggarong Seberang, akhirnya habis. Setelah berbulan-bulan menunggu tanpa kepastian dari Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kutai Kartanegara, mereka menyindir pedas: “Hanya ke Tuhan belum kami kirim surat tembusan, karena tidak tahu alamatnya.”
Ungkapan itu dilontarkan kuasa hukum warga, Arjuna Ginting, S.H., M.H., saat mendampingi puluhan warga meninjau lokasi jalan tambang milik PT Khotai Makmur Insan Abadi, Selasa siang (04/11/2025).
Peninjauan dilakukan untuk melihat langsung dampak jalan tambang yang dibangun beberapa bulan lalu, yang kini melintasi perkampungan serta merugikan sawah dan rumah warga.
Menurut Arjuna, aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan warga terhadap lambannya penanganan BPN Kukar yang tak kunjung menata batas lahan, padahal penataan batas merupakan syarat utama bagi perusahaan untuk membayarkan ganti rugi.
“Kami sudah melayangkan surat permohonan penataan batas sejak 1 Juli 2025. Semua syarat, termasuk pajak dan patok geotag, sudah dipenuhi, tapi tidak ada tindak lanjut,” ujar Arjuna Ginting di lokasi.
Ia menjelaskan, pihak PT Khotai Makmur pada prinsipnya bersedia menyelesaikan ganti rugi, asalkan BPN terlebih dahulu memastikan batas lahan. Hal itu diperlukan karena ditemukan banyak sertifikat ganda di Desa Buana Jaya.
“Permintaan dari pihak perusahaan itu masuk akal. Mereka ingin BPN menata batas supaya jelas hak kepemilikan tanah warga. Tapi sampai hari ini, tidak ada hasil,” katanya.
Arjuna menuding ada indikasi praktik “bocor halus” atau pungutan liar di tubuh BPN Kukar.
“Saya kira pelayanan ATR/BPN Kutai Kartanegara ini sudah bocor halus,” tegasnya.
Ia bahkan mengaku pernah mendapat sinyal permintaan uang dari oknum di lembaga tersebut.
“Waktu itu ditanya, ‘Kalau kita ke lapangan, Bapak sudah paham kan?’ Lalu saya jawab, ‘Saya hanya siap membayar Rp50 juta’. Setelah itu, orangnya hilang dan tak bisa dihubungi lagi,” beber Arjuna.
Kekecewaan makin memuncak ketika surat aduan yang dikirim ke berbagai instansi — mulai dari Kanwil BPN, Menteri ATR/BPN, Komisi II DPR RI, hingga Ombudsman RI — hanya dijawab BPN Kukar dengan surat singkat: “Kami sedang menyusun peta.”
“Jawaban seperti itu aneh. Ini lahan transmigrasi, sudah jelas ada sertifikat dan patok-patoknya. Apa susahnya menata batas?” tegas Arjuna.
ULTIMATUM 2 MINGGU
Arjuna menyebut pihaknya bersama warga, mahasiswa, dan LSM akan menggeruduk kantor ATR/BPN Kukar jika dalam dua minggu tidak ada tindakan.
“Semua pejabat sudah kami surati — dari Presiden, Ketua Komisi II DPR RI, Menteri, sampai Gubernur Kaltim. Hanya Tuhan yang belum kami kirim surat tembusan, karena tidak tahu alamatnya,” katanya dengan nada geram.
“Kami akan turunkan 200–300 orang untuk menuntut kepastian. Jangan biarkan masyarakat terus digantung tanpa kejelasan,” tegasnya lagi.
KERUGIAN WARGA
Warga mengaku sudah sangat dirugikan oleh aktivitas tambang. Tulus Hadi, warga RT 12, menuturkan sawahnya kini tak lagi produktif.
“Dua musim saya sudah rugi. Biasanya dapat 40 karung gabah kering, sekarang cuma 4. Sudah setahun begini,” keluhnya.
Tulus juga mengatakan, setiap kali melapor ke pihak perusahaan, ia hanya dijanjikan penyelesaian tanpa hasil.
“Sudah sering saya lapor. Humasnya cuma foto-foto lokasi, tapi enggak pernah ada tindak lanjut,” ujarnya.
Kondisi serupa dialami Sumarto, warga RT 16, yang rumahnya kini sering terendam lumpur setiap kali hujan turun.
“Rumah saya sekarang langganan banjir lumpur. Tolong Pak Presiden Prabowo, anak saya sedang sakit,” katanya lirih.
Sementara itu Kepala Kantor Pertanahan BPN Kutai Kartanegara, Heru Maulana ketika dikonfirmasi elangpatria.online malam tadi, belum memberikan pernyataan resmi.
