JAKARTA – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kini menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Gugatan tersebut diajukan oleh seorang warga sipil bernama Subhan, yang menilai syarat pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) tidak terpenuhi.
Subhan berpendapat, putra sulung Presiden Joko Widodo itu tidak mengantongi pendidikan setingkat SMA yang diakui oleh sistem pendidikan nasional Indonesia.
“Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi, Rabu (03/09/2025).
Dalam gugatan tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) turut diseret sebagai tergugat kedua. Subhan menilai lembaga penyelenggara pemilu itu ikut melakukan perbuatan melawan hukum karena meloloskan pendaftaran Gibran pada Pemilu 2024. Dengan demikian, ia menilai gugatan perdata ini tidak hanya menyangkut Gibran, tetapi juga menyentuh kredibilitas penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Sidang perdana perkara ini dijadwalkan berlangsung pada Senin (08/09/2025). “Info lengkap gugatan setelah tanggal 8 September 2025 hari Senin,” tambah Subhan.
Berdasarkan catatan di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, perkara ini terdaftar dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Gugatan resmi dimasukkan pada Jumat (29/08/2025), meski petitum atau rincian tuntutan belum dapat diakses publik lantaran sidang belum dimulai.
Gugatan perdata ini dipandang sebagian kalangan sebagai ujian hukum yang dapat memunculkan perdebatan panjang. Pasalnya, syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sejatinya diatur secara ketat dalam undang-undang, termasuk latar belakang pendidikan calon. Namun, legalitas ijazah luar negeri atau pendidikan nonformal sering kali menimbulkan perdebatan tafsir dalam praktik hukum di Indonesia.
KPU sendiri belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai langkah yang akan diambil menghadapi gugatan tersebut. Publik pun menanti apakah sidang ini hanya akan berakhir sebagai perdebatan administratif, atau justru membuka peluang peninjauan ulang terhadap sah atau tidaknya pencalonan Gibran dalam pemilu lalu.
Meski Gibran telah sah menjabat sebagai wakil presiden mendampingi Presiden Prabowo Subianto, proses hukum ini berpotensi menambah sorotan publik terhadap legitimasi pemerintah. Sengketa hukum semacam ini juga menjadi refleksi penting bagi penyelenggaraan demokrasi di Indonesia, di mana syarat administratif calon pejabat publik tidak boleh dipandang remeh. []
Diyan Febriana Citra.
